Assalamualaikum Wr. Wb
إنَّ الحمد لله، نحمده ونستعينه، ونستغفره ونتوب إليه، ونعوذ بالله
من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يَهْدِهِ اللهُ فلا مُضِلَّ له، ومن يُضْلِلْ
فلا هاديَ له، وأشهد أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولا مثيل له ولا نِدَّ
له، وأشهدُ أنَّ محمداً عبده ورسوله وصفيّه وخليله، أرسله الله بشيراً ونذيراً
وداعياً إلى الله بإذنه وسراجاً وَهَّاجاً وقمراً منيراً. بلغ الرسالة وأدى
الأمانة ونصح الأمة وجاهد في الله حق جهاده.
اللهم صل على محمد وعلى آله وأزواجه
وأصحابه الأخيار رضوان الله عليهم ومن دعا بدعوته وسلك سلوكَه واتبع سنتَه إلى
يومِ الدين .
أما بعد فيا عباد الله، أوصي نفسي وإيّاكم بتقوى الله
العظيم، وأحثّكم على طاعة الله الكريم
Pengertian Kurban
qurban atau
udhhiyah dalam pengertian syara, ialah menyembelih hewan dengan tujuan
beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha dan tiga Hari
Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.
B. Hukum Kurban
Ibadah kurban hukumnya adalah
sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi
wasallam tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai
beliau wafat. Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam
Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah
kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian),
hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).
C. Keutamaan Kurban
Menyembelih kurban adalah suatu
sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah dan keutamaan. Hal ini didasarkan atas
informasi dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, antara
lain: عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ
يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا
لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا
وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ
الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا Aisyah menuturkan dari Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan
yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih
dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada
hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah
hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya,
lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi:
1413 dan Ibn Majah: 3117) Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama
pada hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah.
Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang
menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada
yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala baginya.
Kemudian hewan itu digambarkan secara metaphoris akan menjadi kendaraanya untuk
berjalan melewati shirath. Demikian ini merupakan balasan dan bukti keridhaan
Allah kepada orang yang melakukan ibadah kurban tersebut. (Abul Ala
al-Mubarakfuri: tt: V/62) Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk
berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati
tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Masih banyak lagi sabda
Nabi yang lain, menjelaskan tentang keutamaan berkurban. Bahkan pada haditst
terakhir, disebutkan bahwa orang yang sudah mampu berkorban, tetapi tidak mau
melaksanakanya, maka ia dilarang mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat
(majelis) kebaikan lainya. Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari
raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Disamping itu, kurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme,
nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim. Dengan
berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha
Allah semata. Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya
untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah
kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan
ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai
kepada-Nya.
D. Hakikat Kurban
Kurban dalam dimensi vertikal
adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah supaya mendapatkan
keridhaan-Nya. Sedangkan dalam dimensi sosial, kurban bertujuan untuk
menggembirakan kaum fakir pada Hari Raya Adha, sebagaimana pada Hari Raya Fitri
mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Karena itu, daging kurban hendaklah
diberikan kepada mereka yang membutuhkan, boleh menyisakan secukupnya untuk
dikonsumsi keluarga yang berkurban, dengan tetap mengutamakan kaum fakir dan
miskin. Allah berfirman: فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ “Maka makanlah
sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang
yang sengsara lagi fakir.” (QS. al-Hajj, 22:28) Dengan demikian kurban
merupakan salah satu ibadah yang dapat menjalin hubungan vertikal dan
horizontal.
E. Kriteria Hewan Kurban
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak
boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana
yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa
yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta.
Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama
adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).
Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berkurban harus
memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya.
Kriteria-kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis
hewan kurban, yaitu:
a.
Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti
giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan.” (Hadits Shahih,
riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)
b. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia
minimal dua tahun lebih.
c.
Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
d. Unta harus mencapai usia lima tahun atau
lebih. (Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241). Selain kriteria di
atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan
dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي
الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ
مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى
“Ada empat macam hewan yang tidak sah
dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang
(fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas
pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan
Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420) Akan tetapi, ada
beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya ibadah kurban, yaitu; Hewan
yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya. Adapun cacat hewan yang putus telinga
atau ekornya, tetap tidak sah untuk dijadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib
al-Bigha: 1978:243). Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan
dagingnya berkurang (cacat bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan
dagingnya berkurang (cacat fisik).
F. Ketentuan Kurban
Berkurban dengan seekor kambing
atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau
diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari
hadits berikut: عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban
bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor
unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih,
riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah:
3123).
Hadits selanjutnya menjelaskan
tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad
shallallâhu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ
بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني
السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ
الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى
بِهِ.
“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ,
menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh
untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu
didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah:
Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan
Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan
sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu
dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya
sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan
keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”.
(Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).
Doa Nabi dalam hadits di atas,
ketika beliau melaksanakan kurban: “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad dan
keluarga Muhammad dan umat Muhammad” tidak bisa dipahami bahwa kurban dengan
satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu hanya
dalam rangka menyertakan dalam memperoleh pahala dari kurban tersebut. Apabila
dipahami bahwa berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga dan
seluruh umat Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi orang yang berkurban. Dengan
demikian, pemahaman bahwa satu domba bisa untuk berkurban satu keluarga dan
seluruh umat, harus diluruskan dan dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu
domba untuk satu orang, sedangkan onta, sapi, dan kerbau untuk tujuh orang
sebagaimana dijelaskan hadits di atas.
G. Waktu Pelaksanaan Kurban
Waktu menyembelih kurban dimulai
setelah matahari setinggi tombak atau seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah)
sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan distribusi
(pembagian) daging kurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama
rata. Ketiga bagian itu, (1) untuk fakir miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3)
untuk dirinya sendiri dan keluarga secukupnya. Dengan catatan, porsi untuk
dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging
kurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada fakir miskin lebih
utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).
Bismillah semoga tahun ini bisa qurban,Aaminn
BalasHapusayoo qurban...
BalasHapus